Pasar layanan kesehatan Indonesia berkembang pesat, didorong oleh pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan, dan pergeseran demografi. Dengan populasi sekitar 275 juta jiwa (2022) dan populasi terbesar keempat di dunia, Indonesia menawarkan potensi besar bagi eksportir alat kesehatan[1]Belanja pemerintah untuk kesehatan meningkat pesat – anggaran negara tahun 2021 mengalokasikan Rp255,3 triliun (~USD $17,2 miliar, 9,4% dari anggaran) untuk kesehatan[2], dan pengeluaran kesehatan secara keseluruhan diproyeksikan akan melonjak dari ~$33,4 miliar pada tahun 2019 menjadi ~$78,0 miliar pada tahun 2027[3]Ini berarti semakin banyak rumah sakit, klinik, dan pusat spesialis yang sedang dibangun. Saat ini, Indonesia memiliki sekitar 3.042 rumah sakit (631 TP3T swasta) dan lebih dari 10.374 pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas).[4], dengan banyak fasilitas baru yang sedang dibangun seiring sektor publik dan swasta berinvestasi dalam perawatan yang lebih baik.
Tren demografi Indonesia sangat mendukung permintaan alat kesehatan. Populasinya menua: sekitar 18,6 juta penduduk Indonesia berusia 65 tahun atau lebih saat ini, dan angka tersebut diperkirakan akan meningkat dari 8,61 juta pada tahun 2015 menjadi sekitar 12,51 juta pada tahun 2025.[5](Kementerian Kesehatan Indonesia bahkan memproyeksikan lansia akan mencapai ~20% dari populasi pada tahun 2045.) Urbanisasi juga meningkat: lebih dari separuh populasi kini tinggal di kota, sehingga menciptakan permintaan akan rumah sakit modern di wilayah metropolitan. Pada saat yang sama, penyakit kronis juga meningkat. Indonesia menghadapi beban gandaPenyakit menular (seperti TBC) masih ada, sementara penyakit tidak menular (PTM) melonjak. Penyebab kematian utama meliputi stroke, penyakit jantung iskemik, dan diabetes – yang semuanya meningkat dengan tingkat dua digit dalam dekade terakhir.[6]Dalam praktiknya, hal ini berarti permintaan pasar yang kuat akan diagnostik (misalnya pencitraan, tes laboratorium, dan monitor diabetes) serta teknologi perawatan/bedah (misalnya peralatan kateterisasi jantung, implan ortopedi) untuk mengelola populasi lanjut usia yang banyak menderita PTM.
Sementara itu, program jaminan kesehatan nasional Indonesia (Jaminan Kesehatan Nasional – JKN), yang diluncurkan pada tahun 2014, kini mencakup sebagian besar masyarakat. Kepesertaan JKN mencapai ~258,2 juta jiwa (sekitar 90% dari populasi) pada pertengahan tahun 2023.[7]Cakupan universal langsung meningkatkan permintaan akan alat kesehatan berkualitas tinggi, karena pasien yang baru tercakup kini dapat mengakses diagnostik dan perawatan modern. Rumah sakit dan klinik yang melayani pasien peserta JKN menimbun peralatan dan perlengkapan, dan perusahaan asuransi swasta pun mengikutinya. Semua faktor ini – anggaran yang berkembang pesat, cakupan universal, dan fasilitas yang ditingkatkan – mendorong permintaan akan perangkat dan peralatan medis yang canggihSingkatnya, Indonesia sangat menginginkan teknologi diagnostik, bedah, dan rumah sakit yang canggih, dan masih sangat bergantung pada impor untuk memasoknya.[8][9].
Segmen Pasar Alat Kesehatan Utama: Peralatan Diagnostik, Bedah & Rumah Sakit
Eksportir harus menargetkan beberapa kategori dengan pertumbuhan tinggi. Pencitraan dan diagnostik medis Peralatan ini sangat diminati seiring dengan perluasan layanan kardiologi, onkologi, dan perawatan intensif di rumah sakit. Misalnya, mesin pemindai sinar-X, CT/MRI, dan ultrasonografi canggih semakin banyak digunakan di rumah sakit umum maupun swasta untuk mendeteksi stroke, penyakit jantung, dan kanker. Bahkan, pencitraan resonansi magnetik (MRI) merupakan ekspor utama AS: Indonesia mengimpor peralatan MRI (HS 901813) dan suku cadang terkait dalam jumlah besar.[10]Diagnostik laboratorium (alat analisis darah, alat uji point-of-care, peralatan patologi) juga merupakan area pertumbuhan utama, terutama karena upaya memerangi TB, COVID-19, dan penyakit lainnya mendorong investasi di laboratorium klinis.
Perangkat bedah dan terapi merupakan peluang utama lainnya. Dokter bedah Indonesia sedang merenovasi ruang operasi di rumah sakit dan pusat spesialis baru (jantung, ortopedi, kanker, dll.). Indonesia mengimpor sebagian besar instrumen bedah dan implan berteknologi tinggi – misalnya, kit penggantian sendi ortopedi, stent jantung, dan sistem bedah robotik – dan permintaannya terus meningkat seiring bertambahnya usia penduduk. Ekspor AS dalam kategori ini didominasi oleh instrumen bedah dan ilmu kedokteran (HS 901890).[10], mencerminkan minat kuat Indonesia terhadap peralatan bedah canggih.
Peralatan dan bahan habis pakai rumah sakit melengkapi pasar. Di setiap rumah sakit baru, kebutuhan infrastruktur dasar seperti tempat tidur pasien, monitor, ventilator, mesin anestesi, dan peralatan sterilisasi dibutuhkan. Perawatan darurat (ambulans, peralatan trauma) juga berkembang. Meskipun produsen dalam negeri memasok beberapa barang dasar (sarung tangan, peralatan sekali pakai sederhana, peralatan gelas), Indonesia masih mengimpor sebagian besar peralatan rumah sakit canggih. Khususnya, Indonesia telah melarang impor peralatan medis bekas atau rekondisi, sehingga semua tempat tidur canggih, ventilator ICU, mesin dialisis, dll. harus baru. (Barang-barang ini dikenakan bea masuk sebesar 5–30% ditambah PPN 10%)[11], tetapi pengadaan pemerintah seringkali memberikan volume.) Singkatnya, rumah sakit dan klinik di Indonesia “kekurangan pasokan” dengan peralatan modern, sehingga permintaan tinggi di seluruh diagnostik, sistem bedah, dan perangkat medis umumPemasok yang menawarkan kualitas tinggi dan dukungan purna jual dapat menguasai pangsa pasar, meskipun pembeli tetap sensitif terhadap harga[12].
Menguasai Jalur Regulasi: Situs Web Registrasi Produk Indonesia (Regalkes)
Kesuksesan di Indonesia membutuhkan menavigasi sistem regulasinya untuk alat kesehatan. Semua alat kesehatan (Alat Kesehatan, atau “Alkes”) dan produk kesehatan harus terdaftar di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemkes) sebelum diimpor atau dijual. Pendaftaran dilakukan melalui portal daring resmi bernama Regalkes (singkatan dari Registrasi Alat Kesehatan). Sebenarnya, Regalkes adalah itu “situs web pendaftaran produk Indonesia” untuk alat kesehatan[13]Ini adalah platform digital inti yang digunakan perusahaan untuk mengirimkan berkas, membayar biaya, menanggapi pertanyaan, dan akhirnya mendapatkan Izin Edar (NIE). Produsen asing harus bekerja sama dengan perwakilan atau konsultan lokal resmi untuk menggunakan Regalkes, karena antarmukanya menggunakan Bahasa Indonesia dan memiliki persyaratan format yang ketat.[14].
Langkah-langkah pengaturan dasar adalah: – Klasifikasi dan mitra lokal: Identifikasi kelas risiko perangkat (A, B, C, atau D) dan dapatkan distributor lokal resmi atau pemegang lisensi. Sejak 2021, Indonesia kini mengizinkan 100% kepemilikan asing perusahaan yang mendaftarkan perangkat[15], namun banyak perusahaan masih menunjuk agen Indonesia yang terpercaya untuk memegang lisensi (NIE) dan menangani kepatuhan sehari-hari[16]. Setiap distributor harus memiliki Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan (SDAK) yang masih berlaku dan izin Cara Distribusi Alat Kesehatan (CDAKB) yang masih berlaku.[17].
– Persiapan dokumen: Susun berkas regulasi sesuai spesifikasi Indonesia. Dokumen penting meliputi Surat Kuasa (LoA) yang disahkan oleh notaris dari produsen kepada entitas lokal, Sertifikat Penjualan Bebas (CFS) untuk perangkat di pasar asal, dan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (GMP atau ISO 13485). Semua dokumen asing harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan dilegalisasi/disetujui oleh Kedutaan Besar Indonesia.[18]Berkas teknis (Berkas Induk Perangkat, data klinis jika diperlukan, laporan biokompatibilitas, label/IFU dalam bahasa Indonesia, dll.) harus mengikuti templat lokal. Singkatnya, penandaan CE atau persetujuan FDA tidak mengesampingkan persyaratan Indonesia.[18].
- Pengiriman melalui Regalkes: Unggah aplikasi lengkap di portal Regalkes[14]Sistem ini memandu pengiriman data, dan kemudian peninjau Kementerian Kesehatan akan meminta klarifikasi atau pengujian tambahan melalui platform. Harap dicatat bahwa waktu henti sistem atau aturan berkas yang ketat dapat menyebabkan penundaan, jadi alokasikan waktu tambahan. Setelah disetujui, Regalkes menerbitkan nomor registrasi resmi (NIE). (NIE berlaku selama lima tahun; perpanjangan harus dikelola terlebih dahulu dan diperbarui jika LoA atau distributor berubah)[19].)
- Kewajiban pasca persetujuan: Setelah registrasi, perusahaan dan distributor wajib memantau keamanan produk. Mereka wajib melaporkan setiap kejadian buruk atau kegagalan perangkat kepada Kementerian Kesehatan (kegagalan melaporkan dapat memicu sanksi) dan mengizinkan inspeksi berkala. Menjaga kepatuhan terhadap aturan pelabelan, periklanan, dan sertifikasi halal di Indonesia juga penting.
Karena prosesnya bisa rumit, banyak eksportir menggunakan konsultan regulasi lokal. Misalnya, ProductRegistrationIndonesia.com menawarkan layanan untuk menyederhanakan proses pendaftaran di Indonesia. Tim mereka menyiapkan berkas yang sesuai, menyimpan NIE atas nama Anda, dan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan – memastikan pengajuan yang lebih lancar dan persetujuan yang lebih cepat.[16]Umumnya disarankan untuk menjalin kerja sama dengan mitra lokal (atau penyedia layanan) yang berpengalaman, karena pembeli di Indonesia seringkali membutuhkan dukungan domestik dan pelabelan yang sesuai.
Yang penting, semua perusahaan yang menjual perangkat di Indonesia harus menjual melalui distributor atau vendor resmi. Peraturan perdagangan lokal umumnya mengharuskan pemasok asing untuk melibatkan distributor berlisensi Indonesia untuk pergudangan dan pengiriman jarak jauh[8][17]Rumah sakit lebih suka bekerja sama dengan perwakilan lokal yang mapan yang menangani pendaftaran dan memiliki logistik yang memadai. Oleh karena itu, meskipun Indonesia mengizinkan kepemilikan asing atas perusahaan alat kesehatan,[15], banyak eksportir masih menunjuk distributor lokal untuk menavigasi pasar. Bagaimanapun, memahami dan menguasai portal Regalkes dan peraturan Kementerian Kesehatan adalah hal yang penting. penting – kegagalan memperoleh lisensi yang benar akan menghalangi produk Anda dari pasar.
Reformasi Kebijakan dan Insentif
Pemerintah Indonesia telah meluncurkan serangkaian reformasi yang memengaruhi peluang alat kesehatan. Tren kebijakan utama meliputi:
- Cakupan Universal dan Pengadaan: Perluasan asuransi JKN telah mendorong pemerintah untuk mereformasi pengadaan publik. Sistem e-Katalog (katalog daring produk yang disetujui untuk rumah sakit umum) kini dipecah menjadi e-Katalog sektoral yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan.[20]Perubahan ini bertujuan untuk mempercepat pembelian alat kesehatan. Ribuan perangkat (dari mesin EKG hingga tempat tidur ICU) terdaftar, memungkinkan rumah sakit dan klinik untuk membeli dengan harga yang telah dinegosiasikan sebelumnya. Terdaftar di e-Katalog dapat berarti tender dalam jumlah besar; namun, perusahaan harus menegosiasikan harga pemerintah dan memenuhi persyaratan kualitas.
- Persyaratan Kandungan Dalam Negeri (TKDN): Pada tahun 2021–22, Indonesia menerapkan aturan konten lokal untuk pengadaan alat kesehatan. Pemerintah mengecualikan lebih dari 5.400 model alat kesehatan impor (dalam 79 kategori) dari e-Katalog publik kecuali jika alat kesehatan tersebut memiliki nilai minimal 40% di Indonesia.[20]Peraturan baru (Peraturan Industri 31/2022) bahkan memberikan formula rinci untuk menghitung kandungan lokal dalam alat kesehatan.[21]Langkah-langkah ini dirancang untuk mendorong usaha patungan dan manufaktur lokal. Eksportir AS dan Uni Eropa dapat mempertimbangkan untuk bermitra dengan perusahaan lokal atau memindahkan sebagian perakitan ke dalam negeri untuk mematuhi TKDN jika mereka ingin mengakses tender negara.
- Kepemilikan dan Investasi: Perubahan besar terjadi pada tahun 2021 ketika daftar negatif investasi Indonesia diliberalisasi. Peraturan Presiden 10/2021 kini mengizinkan 100% kepemilikan asing perusahaan yang mengimpor dan mendaftarkan alat kesehatan[15]Hal ini membuka peluang bagi perusahaan asing untuk mendirikan anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki di Indonesia untuk distribusi dan pendaftaran. Sebelumnya, mitra lokal dengan kepemilikan saham 49% diwajibkan. Kepemilikan penuh memudahkan investasi jangka panjang, meskipun banyak perusahaan masih memanfaatkan mitra lokal untuk mendapatkan pengetahuan pasar.
- Insentif Fiskal dan Non-Fiskal: Omnibus Law Kesehatan yang baru (UU No.17/2023 dan PP No.28/2024) menjanjikan insentif untuk memperkuat industri kesehatan dalam negeri. Berdasarkan aturan ini, perusahaan yang menggunakan atau memproduksi alat kesehatan yang bersumber secara lokal dapat menerima pemotongan pajak, pembebasan bea masuk, dan prioritas perizinan serta perlakuan pengadaan[22]. Sebaliknya, undang-undang ini menandakan niat pemerintah untuk mengurangi ketergantungan impor: saat ini, sekitar 88% perangkat e-Katalog dan 90% API untuk farmasi diimpor[23]Dalam praktiknya, hal ini berarti eksportir asing harus menyadari peluang untuk berinvestasi di fasilitas produksi lokal atau usaha patungan manufaktur. Beberapa daerah bahkan menawarkan insentif khusus untuk sektor kesehatan (misalnya Bio-Pharmas Karawang di Jawa Barat).
- Persyaratan Sertifikasi Halal: Baru-baru ini, Indonesia memberlakukan persyaratan sertifikasi halal wajib untuk alat kesehatan (sebagai bagian dari Undang-Undang Kesehatan 2023). Pada Januari 2023, peraturan presiden mewajibkan semua alat kesehatan impor (terutama yang berbahan dasar hewan) untuk memiliki sertifikasi halal. Tanggal penerapan bertahap ditetapkan berdasarkan kelas alat kesehatan (misalnya Kelas A pada tahun 2026).[24]Perusahaan harus merencanakan untuk memperoleh kepatuhan halal untuk menghindari keterlambatan akses pasar.
Secara keseluruhan, reformasi ini menandakan bahwa Indonesia ingin memodernisasi sektor kesehatannya dengan cepat sambil membangun kapasitas lokal. Eksportir akan menganggap penting untuk memantau perubahan peraturan (melalui jalur resmi seperti Kementerian Kesehatan) dan beradaptasi dengan persyaratan baru. Tetap patuh – misalnya memenuhi ambang batas kandungan lokal atau aturan halal – bahkan dapat menjadi keunggulan kompetitif, karena barang yang diproduksi di dalam negeri atau yang memenuhi standar sering kali diprioritaskan dalam pengadaan.
Rekomendasi Strategis untuk Eksportir AS dan UE
Untuk memanfaatkan peluang alat kesehatan di Indonesia, perusahaan-perusahaan AS dan Uni Eropa harus mengadopsi strategi masuk pasar yang disesuaikan:
- Memanfaatkan Keahlian dan Distributor Lokal: Bermitralah dengan agen lokal berkualifikasi yang memiliki lisensi SDAK/CDAKB dan jaringan distribusi. Mereka dapat membantu menavigasi sistem Regalkes, pergudangan, dan negosiasi harga. Banyak eksportir juga menggunakan konsultan regulasi spesialis (seperti ProductRegistrationIndonesia.com) untuk menyiapkan berkas dan memastikan kelancaran registrasi.[16]Menghadiri pameran dagang industri (misalnya Hospital Expo Indonesia) dan bekerja sama dengan asosiasi seperti GAKESLAB Indonesia dapat membantu mengidentifikasi mitra ini.
- Fokus pada Segmen Pertumbuhan Tinggi: Targetkan area-area yang sangat dibutuhkan Indonesia. Misalnya, berinvestasilah dalam dukungan penjualan dan layanan untuk pencitraan canggih, diagnostik laboratorium, perangkat jantung dan ortopedi, serta peralatan perawatan kritis. Tekankan bagaimana produk Anda selaras dengan profil penyakit di Indonesia (misalnya, kit manajemen diabetes untuk populasi penderita diabetes yang terus bertambah, suite perawatan stroke untuk tingkat stroke yang tinggi). Rumah sakit swasta (Siloam, Mitra Keluarga, dll.) dan pusat rujukan nasional sedang membangun pusat-pusat unggulan dan seringkali mendapatkan pasokan langsung dari produsen Barat.
- Persiapan untuk Proses Pengadaan: Jika menargetkan rumah sakit pemerintah dalam program JKN, upayakan agar terdaftar di e-Katalog. Hal ini mungkin melibatkan negosiasi harga yang panjang. Alternatifnya, targetkan pasar swasta dan asuransi yang harganya lebih fleksibel. Perlu diingat bahwa pengadaan di Indonesia terus berkembang: e-Katalog sektoral baru dari Kementerian Kesehatan akan memberikan tender kepada pemasok domestik atau asing yang memenuhi syarat, tetapi produsen dalam negeri diberi prioritas jika sebaliknya sama[20].
- Patuhi Peraturan dengan Teliti: Luangkan waktu dan anggaran yang cukup untuk proses pendaftaran. Kumpulkan berkas lengkap (dengan label terjemahan, sampel yang telah diuji, dll.) dan tanggapi pertanyaan Kementerian Kesehatan melalui Regalkes dengan cepat. Jaga hubungan baik dengan regulator Indonesia dengan menggunakan bahasa dan format lokal. Juga, terus ikuti perkembangan peraturan yang akan datang (misalnya, standar baru dalam Omnibus Law Kesehatan). Eksportir yang dapat menunjukkan kualitas, keselamatan, dan kepatuhan akan mendapatkan kepercayaan di pasar ini.
- Pertimbangkan Produksi atau Perakitan Lokal: Dalam jangka menengah, evaluasi peluang untuk memproduksi komponen atau merakit perangkat di Indonesia. Dengan aturan dan insentif konten lokal, manufaktur parsial di dalam negeri dapat meningkatkan daya saing harga dan akses pasar. Bahkan mendirikan kantor regional atau JV mungkin menguntungkan sekarang karena kepemilikan asing penuh diperbolehkan.[15].
Singkatnya, populasi Indonesia yang besar dan cakupan kesehatan yang semakin luas menciptakan permintaan berkelanjutan untuk alat kesehatan. Dengan memanfaatkan kemitraan lokal, menguasai jalur regulasi (terutama Regalkes) situs web pendaftaran produk Indonesia portal), dan selaras dengan prioritas pemerintah, eksportir AS dan Uni Eropa dapat memanfaatkan salah satu pasar perawatan kesehatan dengan pertumbuhan tercepat di Asia[13][14]Dengan perencanaan dan kepatuhan yang cermat, perusahaan dapat meningkatkan penjualan sekaligus berkontribusi pada tujuan Indonesia untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan bagi warganya.
Sumber: Data resmi Kementerian Kesehatan Indonesia dan data perdagangan AS telah digunakan, termasuk portal registrasi Regalkes Indonesia dan panduan dari Layanan Komersial AS.[25][13][14][20]Ini mencerminkan kebijakan dan statistik pasar terbaru. Situs resmi: kemkes.go.id, bpom.go.id, perdagangan.gov, Dan productregistrationindonesia.com.
[1] [2] [3] Panduan Sumber Daya Kesehatan – Indonesia
https://www.trade.gov/healthcare-resource-guide-indonesia
[4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [15] [17] [20] [21] [24] [25] Indonesia – Kesehatan (Alat dan Peralatan Medis)
https://www.trade.gov/country-commercial-guides/indonesia-healthcare-medical-devices-equipment
[13] Registrasi Alat Kesehatan
https://regalkes.kemkes.go.id
[14] [16] [18] [19] Pedoman Registrasi Alat Kesehatan Indonesia: Panduan Langkah demi Langkah – Registrasi Produk Indonesia
https://productregistrationindonesia.com/indonesias-medical-device-registration-guidelines-step-by-step-guide/
[22] [23] Undang-Undang Kesehatan Indonesia Terbaru: Insentif Khusus untuk Produsen Farmasi dan Alat Kesehatan | Wawasan Hukum | Firma Hukum Mahendra & Co. | Pengacara Korporat Jakarta, Indonesia, Semarang
https://www.mahendracounsel.com/zh/insights/the-latest-indonesian-health-law%3A-special-incentives-for-pharmaceutical-and-medical-equipments-manufacturers