Plaza 3 Pondok Indah Blok A No 1 Jl. TB Simatupang, Pondok Pinang Jakarta Selatan, Indonesia

Rumah > Blog

Halal dalam Sains Modern: Dari Prinsip Kuno hingga Inovasi Biomedis

Halal dalam Sains Modern: Dari Prinsip Kuno hingga Inovasi Biomedis

Dr. Hussein H. Mashhour, MD
11 Oktober 2025

Isi

Selama berabad-abad, istilah Halal telah memandu cara orang makan, hidup, dan berdagang. Namun, pada abad ke-21, maknanya telah meluas hingga memengaruhi desain obat-obatan, pengujian alat kesehatan, dan bahkan rekayasa jaringan di laboratorium.

Sebagai Dr. Hussein H. Mashhour, MD, tulisnya dalam artikel LinkedIn yang berpengaruh Halal: Aturan Kuno, Sains Modern"," Kerangka kerja Halal bukanlah batasan pada sains, tetapi juga kompas moral yang mengarahkan penemuan menuju manfaat manusia.

Artikel ini dibangun berdasarkan refleksinya, menelusuri bagaimana konsep etika kuno kini mendorong bidang bioteknologi dan inovasi perawatan kesehatan yang paling maju.

Logika Abadi Prinsip Halal

Halal pada dasarnya mewujudkan prinsip keseimbangan, menjamin kemurnian, keamanan, dan kesejahteraan secara keseluruhan (halalan thayyiban). Prinsip-prinsip yang sama ini mendukung metode ilmiah itu sendiri: mengamati, memverifikasi, dan bertindak secara bertanggung jawab.

Dalam hukum Islam tradisional, halal tidak pernah terbatas pada ritual; halal merupakan sistem jaminan kualitas yang rasional berabad-abad sebelum standar industri ada. Halal menuntut:

  • Ketertelusuran: Mengetahui sumber apa yang masuk ke dalam tubuh.
  • Kemurnian: Menghindari zat-zat yang berbahaya atau tidak bersih.
  • Akuntabilitas: Memastikan proses mengikuti maksud etis.

Saat ini, prinsip-prinsip ini bergema dalam standar global seperti ISO 9001, ISO 13485, dan sistem GMP yang menuntut transparansi dan keamanan dari bangku laboratorium hingga sisi tempat tidur.

“Pengendalian mutu modern tidak lebih dari sekadar ekspresi industri dari nilai-nilai Halal kuno,” ujar Dr. Hussein.

Sains Melalui Lensa Etika

Meskipun teknologi berkembang lebih pesat dari sebelumnya, etika seringkali kesulitan untuk mengimbanginya. Organ buatan, penyuntingan genetik, dan diagnostik berbantuan AI, semuanya memunculkan pertanyaan mendasar: Hanya karena kita bisa, haruskah kita melakukannya?

Halal menyediakan kerangka moral yang melengkapi kemajuan ilmiah, alih-alih membatasinya. Halal mendorong para ilmuwan untuk bertanya tidak hanya "Apakah efektif?" tetapi juga "Apakah murni, adil, dan bermanfaat?"

Misalnya:

  • Biokimia halal menanyakan apakah enzim yang digunakan dalam obat-obatan berasal dari sumber yang manusiawi dan diizinkan.
  • Nanoteknologi halal memeriksa apakah nanopartikel dalam makanan atau obat-obatan memenuhi kriteria keselamatan dan etika.
  • Penelitian klinis halal menuntut persetujuan yang diinformasikan, martabat pasien, dan penanganan data yang transparan.

Kesesuaian Halal yang unik dengan sains modern bersumber dari integrasi antara iman dan akal budi, yang berfungsi memanusiakan penemuan.

Batas Baru: Inovasi Biomedis Halal

Dalam beberapa tahun terakhir, halal telah bergeser dari perdebatan teologis menjadi laboratorium penelitian dan pengembangan (R&D). Universitas dan lembaga regulator di Indonesia kini berada di garda terdepan dalam Ilmu biomedis halal, menggabungkan kepatuhan etika dengan inovasi kelas dunia.

1. Bioteknologi Halal

Pusat Sains Halal di Indonesia (misalnya, di UI dan ITB) berkolaborasi dengan produsen global untuk mengganti bahan-bahan yang berasal dari hewan dengan alternatif berbasis mikroba atau tumbuhan. Hasilnya: enzim, kolagen, dan vaksin bersertifikat halal yang lebih aman dan berkelanjutan.

2. Pengujian Analitik Halal

Dengan menggunakan spektroskopi canggih dan kode batang DNA, laboratorium kini dapat mendeteksi jejak kontaminasi non-halal pada tingkat molekuler. Teknologi ini merupakan bagian dari proses verifikasi BPJPH, yang memastikan bahwa produk medis impor dan lokal mematuhi Hukum Halal Indonesia (Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014).

3. Rekayasa Jaringan Halal

Tim peneliti sedang mengembangkan Perancah yang sesuai halal untuk perbaikan luka, cangkok tulang, dan regenerasi organ. Dengan mengganti kolagen babi dengan polimer yang berasal dari laut atau tumbuhan, Indonesia dapat segera menjadi pemasok biomaterial bersertifikat halal bagi industri alat kesehatan global.

4. Inovasi Farmasi & Nutraseutika

Meningkatnya permintaan global terhadap Nutraseutika halal, seperti vitamin, probiotik, dan suplemen, mendorong produsen untuk mendesain ulang formulasinya. Dengan sertifikasi Halal yang terintegrasi ke dalam R&D, perusahaan dapat memasuki ekonomi Halal Indonesia yang berkembang pesat senilai USD 330 miliar dengan lebih sedikit hambatan regulasi.

Konvergensi Standar Global: Halal Memenuhi ISO dan CE

Regulator global semakin menyadari Sertifikasi halal sebagai bagian dari kepatuhan komprehensif. Penyelarasannya terlihat seperti ini:

StandarFokus UtamaPrinsip Bersama dengan Halal
ISO 13485Manajemen mutu untuk alat kesehatanKebersihan, ketertelusuran, konsistensi
FDA/CEKeamanan dan kemanjuran produkPerlindungan kehidupan manusia
Halal (BPJPH/MUI)Sumber yang etis dan diizinkanKemurnian, proses manusiawi, transparansi

Model jaminan tiga kali lipat ini memadukan kerangka kerja keselamatan (FDA/CE), mutu (ISO), dan etika (Halal).

Konvergensi ini bukanlah suatu kebetulan. Hal ini mencerminkan pergeseran global menuju manufaktur berbasis nilai di mana konsumen, baik Muslim maupun non-Muslim, menuntut untuk mengetahui tidak hanya bagaimana sesuatu dibuat, tetapi juga Mengapa.

Dimensi Manusia dalam Penelitian Halal

Melampaui laboratorium dan hukum, ilmu halal pada hakikatnya adalah tentang manusia.

  • Pasien yang memercayai bahwa perawatan medis mereka menghormati keyakinan mereka.
  • Ilmuwan yang menemukan makna dalam menciptakan inovasi yang etis.
  • Pengatur yang melihat transparansi sebagai bentuk pelayanan publik.

Penelitian halal mengintegrasikan kembali unsur manusia ke dalam eksplorasi ilmiah. Penelitian ini berfungsi sebagai pengingat bahwa setiap penemuan memiliki tanggung jawab terhadap pasien, planet, dan hati nurani moral kita.

Seperti yang dikatakan oleh Dr. Hussein dengan fasih, “Ilmu pengetahuan yang paling murni bukanlah ilmu pengetahuan yang menghindari iman, melainkan ilmu pengetahuan yang selaras dengannya.”

Tantangan di Jalan ke Depan

Integrasi halal dan sains modern bukan tanpa kendala:

  1. Harmonisasi Standar: Variasi dalam standar Halal internasional menimbulkan kerumitan bagi eksportir.
  2. Infrastruktur Pengujian: Laboratorium terakreditasi yang terbatas di beberapa wilayah memperlambat verifikasi.
  3. Kesenjangan Kesadaran: Banyak peneliti dan produsen masih memandang Halal sebagai formalitas keagamaan, bukan kerangka ilmiah.
  4. Prioritas Pendanaan: Penelitian dan pengembangan halal sering bersaing dengan penelitian biomedis konvensional untuk mendapatkan hibah.

Namun, investasi Indonesia di Kawasan Industri Halal dan kemitraan penelitian dan pengembangan publik-swasta secara bertahap mengatasi tantangan ini, mengubah ilmu pengetahuan yang etis menjadi penggerak ekonomi.

Mendefinisikan Ulang Kemajuan Melalui Kemurnian

Halal bukanlah aturan kuno yang menghambat kemajuan; melainkan aturan kuno yang mengarahkan kemajuan.

Dengan menyatukan etika berbasis agama dengan disiplin ilmu, Indonesia dan mitranya membuktikan bahwa inovasi dan integritas dapat hidup berdampingan. Dari pengujian DNA di laboratorium hingga kateter bersertifikat halal di rumah sakit, batas antara nilai spiritual dan validasi ilmiah semakin menipis, yang pada akhirnya membawa manfaat bagi umat manusia.

Halal tidak berfungsi sebagai batasan, tetapi sebagai penghubung, yang menyatukan kearifan kuno dengan inovasi masa depan, seiring berkembangnya perbincangan antara iman dan sains.

Butuh bantuan dengan registrasi Produk atau memahami lanskap peraturan di Indonesia?
Tag:
Membagikan
Berlangganan buletin kami
Artikel Terkait