Plaza 3 Pondok Indah Blok A No 1 Jl. TB Simatupang, Pondok Pinang Jakarta Selatan, Indonesia

Rumah > Blog

Indonesia Perketat Keamanan Bahan Baku Lewat Peraturan BPOM No. 26/2025

Indonesia Perketat Keamanan Bahan Baku Lewat Peraturan BPOM No. 26/2025

Dr. Putri Ayuni Salindri
31 Oktober 2025

Isi

Pada bulan Oktober 2025, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia mengeluarkan Peraturan No. 26/2025 tentang Penilaian Risiko Bahan Baku yang digunakan dalam obat tradisional, suplemen kesehatan, obat kuasi, dan kosmetik tertentu.

Langkah ini menandakan era baru kepatuhan hulu di mana keselamatan bahan menjadi sama pentingnya dengan pendaftaran produk jadi.

Mengapa Peraturan Ini Penting?

Peraturan ini lahir dari tragedi. Setelah kasus kontaminasi etilen glikol dan dietilen glikol tahun 2022 yang menyebabkan cedera ginjal akut fatal pada anak-anak, BPOM menyadari bahwa keamanan produk tidak dapat hanya bergantung pada pengujian tahap akhir.

Kontaminasi sering kali dimulai pada tahap bahan baku, di mana pengawasan sebelumnya tidak konsisten. Peraturan 26/2025 kini mewajibkan setiap bahan baku yang berpotensi menimbulkan risiko kesehatan didukung oleh penilaian risiko formal—yang mencakup identifikasi bahaya, paparan, dan karakterisasi risiko—dan, jika perlu, menggunakan bahan baku bermutu farmasi.

Kerangka penilaian mengikuti model empat langkah BPOM:

  1. Identifikasi Bahaya — mengenali zat atau kondisi yang dapat menyebabkan bahaya.
  2. Karakterisasi Bahaya — mendefinisikan hubungan dosis–respons (misalnya, ADI, TDI, NOAEL).
  3. Penilaian Paparan — memperkirakan jumlah, frekuensi, dan durasi paparan manusia.
  4. Karakterisasi Risiko — mengintegrasikan semua data untuk menentukan margin keamanan yang dapat diterima.

Hasilnya menentukan apakah suatu bahan harus mematuhi Farmakope Indonesia, farmakope lain yang diakui, atau Kodeks Kosmetika Indonesia untuk kosmetik.

Apa yang Baru Dibandingkan Sebelumnya?

Sebelumnya, regulasi BPOM berfokus pada dokumen produk jadi, pelabelan, dan bahan terlarang. Penilaian risiko bahan baku sebagian besar diserahkan kepada praktik internal perusahaan.

Misalnya, berdasarkan Peraturan BPOM No. 32 Tahun 2022 (untuk suplemen kesehatan) dan No. 23 Tahun 2019/17 Tahun 2022 (untuk kosmetik), evaluasi produk terutama mencakup kepatuhan formulasi dan GMP produksi. Peraturan No. 26/2025 memperluas cakupan tersebut hingga mencakup asal bahan baku, dokumentasi data toksikologi, dan kualifikasi pemasok, yang secara efektif menciptakan lapisan baru uji tuntas pra-pasar.

Kini, hal itu menjadi wajib. BPOM tidak hanya akan mengevaluasi dokumen tersebut, tetapi juga keamanan bahan-bahan di baliknya, dengan merujuk pada Farmakope Indonesia atau Kodeks Kosmetika Indonesia.

Perubahan ini menyelaraskan Indonesia dengan praktik terbaik global, beralih dari pengujian reaktif ke pencegahan risiko proaktif.

Apa Artinya bagi Bisnis?

Bagi produsen, importir, dan pemilik merek, ini merupakan tantangan sekaligus peluang:

  • Harapan kepatuhan yang lebih tinggi: Sumber bahan baku, kualifikasi pemasok, dan dokumentasi toksikologi sekarang harus mengikuti kerangka kerja yang terstruktur.
  • Meningkatnya biaya operasional: Bahan kelas farmasi dan penilaian risiko meningkatkan biaya kepatuhan dan waktu tunggu.
  • Keunggulan kompetitif: Perusahaan yang mengadopsi standar ini sejak dini dapat memposisikan diri sebagai merek premium dan tepercaya di pasar yang semakin diatur.
  • Risiko regulasi: Ketidakpatuhan dapat menyebabkan penundaan, penarikan kembali, atau penangguhan otorisasi pemasaran.

Secara praktis, BPOM mengharapkan pelaku industri untuk memelihara Berkas Penilaian Risiko (RAD) atau dokumentasi setara selama proses pendaftaran dan pengawasan pasar. Harapan teknis utama meliputi:

  • Sertifikat analisis untuk pengotor seperti etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG), terutama untuk gliserin, sorbitol, propilen glikol, dan eksipien serupa.
  • Verifikasi bahwa bahan baku yang digunakan dalam bentuk sediaan oral dan topikal memenuhi monografi tingkat farmasi.
  • Integrasi penilaian ini ke dalam sistem mutu Cara Pembuatan yang Baik (GMP) atau CDAKB/CPKB.

Bahan-bahan non-farmasi dalam formulasi yang sensitif terhadap risiko kini dapat memicu penolakan atau penarikan kembali produk pasca-pemasaran.

Gambaran Besar Peraturan BPOM No. 26/2025

Perubahan yang dilakukan BPOM mencerminkan ambisi Indonesia untuk memperkuat perlindungan kesehatan masyarakat sekaligus meningkatkan standar kualitas industri kesehatan dan kebugaran. Hal ini kemungkinan akan mendorong konsolidasi industri, menyaring pemain berkualitas rendah, dan memberi penghargaan kepada mereka yang berkomitmen pada manufaktur yang transparan dan berbasis sains.

Dari perspektif regulasi, hal ini juga mengoperasionalkan Pasal 406 ayat (5) PP No. 28/2024, yang merupakan implementasi dari UU Kesehatan No. 17/2023. Hal ini menegaskan kewenangan BPOM untuk menerbitkan daftar bahan baku farmasi yang disetujui dan untuk menegakkan pemantauan berbasis risiko di seluruh siklus hidup produk mulai dari
impor, formulasi, hingga kontrol pasca-pasaran.

Pada Registrasi Produk Indonesia, Kami melihat ini bukan sekadar dokumen baru, melainkan sebagai titik balik. Bagi produsen dan importir yang serius, Peraturan 26/2025 merupakan peningkatan strategis menuju produk yang lebih aman, kepercayaan konsumen yang lebih kuat, dan akses pasar yang berkelanjutan di Indonesia.

Dapatkan pembaruan pendaftaran produk terbaru.
Langganan buletin

Formulir Permintaan

Tim kami siap mendiskusikan kebutuhan bisnis Anda dan menjawab pertanyaan apa pun yang mungkin Anda miliki. Isi formulir pertanyaan kami, dan kami akan merespons dalam satu hari kerja.

Formulir Kontak
Kirimkan dengan email perusahaan Anda untuk respons yang lebih cepat dan penanganan prioritas.

Cara lain untuk menghubungi kami.

Artikel Terkait
Garis Tipis Antara Suplemen dan Penyakit: Memahami Risiko Vitamin B6 Dosis Tinggi
Risiko Tersembunyi di Balik Suplemen “Impor” di Pasar E-Commerce Indonesia
Peraturan BPOM Baru No. 25 Tahun 2025: Apa yang Harus Diketahui Perusahaan Kosmetik Sebelum Oktober 2026
Garis Tipis Antara Suplemen dan Penyakit: Memahami Risiko Vitamin B6 Dosis Tinggi
Risiko Tersembunyi di Balik Suplemen “Impor” di Pasar E-Commerce Indonesia
Garis Tipis Antara Suplemen dan Penyakit: Memahami Risiko Vitamin B6 Dosis Tinggi